Wednesday, December 27, 2006

Lari Plus Gadget Minus Nike+iPod


Gue pada dasarnya adalah orang yang malas berolahraga. Terutama jika harus bangun pagi untuk melakukan kegiatan lari pagi. Namun, ternyata asik juga jika dilakukan sambil mendengarkan iPod. Apalagi plus dengan GPS & Palm, sehingga gue bisa tahu kecepatan & jarak lari gue dan dicatat di Palm pakai software MySportTraining. Lewat software ini, gue bisa mengetahui progress kegiatan lari & statistik gue. Paling tidak memotivasi gue untuk tetap berolahraga secara teratur dan terus menambah jarak tempuh lari.

Teman-teman gue menertawakan kegiatan lari pagi gue, "Lo mo lari atau pamer gadget? Mau lari aja ribet amat!" Iya juga sih. Tapi kalau ngga bawa GPS, gue ngga tahu kecepatan & jarak lari gue. Kalau ngga bawa Palm, gue ngga bisa mencatat menit-per-menit kegiatan gue.

Semua keribetan itu bisa diselesaikan dengan menggunakan sport kit dari Nike & iPod - menaruh sensor di sepatu dan data wirelessly diterima di iPod nano. Cool! This is what I need! Unfortunately, sampai sekarang alat seharga US$ 29 ini belum dijual di Indonesia! Dan rata-rata info yang gue terima dari gerai Nike, mereka berencana memasukkan barang tersebut ke Indonesia tahun depan. Sohib gue yang kerja dengan Apple pun membenarkan info tersebut.

Yah sudah. Gue tunggu saja deh sampai tahun depan saat barang ini datang ke Indonesia. Untuk sementara waktu, gue terpaksa berlari sambil nggotong-nggotong gadget. Walau sempat kejadian hampir kejeblos selokan hanya karena sibuk mencatat di Palm gue.

Iseng-iseng bikin TVC Nike + iPod versi Indonesia. Video ini juga kurang lebih menggambarkan apa yang gue lakukan selama ini. Siapa tahu ada pihak Nike atau Apple tergugah hatinya untuk sesegera mungkin menjual sport kit Nike + iPod ke gue. *you wish!*



Untuk format QuickTime movie MPEG 4, download di sini! (File size = 3,6 mb).

Download QuickTime for free


Review Nike+iPod bisa lari ke blog Agus :
http://hausofagus.blogspot.com/2006/08/nikeipod-review.html

Thursday, December 21, 2006

Menyelami Motion Dive : Tokyo



Pada penghelatan besar AMI 2006 ini, team graphic tempat gue kerja diberi kesempatan untuk mencoba alat VJ : Motion Dive : Tokyo buatan Roland. Rada ketar ketir juga setelah selama ini kami mengisi giant screen (LED) di panggung menggunakan PowerBook dan software ArkaosVJ seperti pada saat acara hajatan ulang tahun perusahaan tempat kami bekerja. Maklum, jika kami melakukan kesalahan akan langsung terlihat di panggung dengan ukuran besar, ditonton secara off air & on air! Tapi yha namanya dipinjamkan untuk dicoba, sayang juga kalau kesempatan ini diabaikan.

Kami melakukan konfigurasi sebagai berikut :
- 1 modul MotionDive:Tokyo dengan PowerBook G4 ke LED pendukung
- 1 modul MotionDive:Tokyo dengan MacBook ke LED lantai
- 1 ArkaosVJ dengan PowerBook G4 ke LED utama
- 1 iMac Intel sebagai image/motion graphic processing (bahasa melayunya : buat bikin graphic dadakan instant)
- 1 video mixer EDIROL V4 untuk mengakomodir kebutuhan video/DVD player
(Lihat skema)



Cara kerja yang kami lakukan selama ini dengan ArkaosVJ, ternyata sedikit banyak berbeda saat mengoperasikan modul Motion Dive : Tokyo. Jika dengan ArkaosVJ kami tinggal assign untuk satu file movie ke satu key di keyboard, dengan Motion Dive : Tokyo hanya dibatasi 2 source (source A & B) untuk sekali performance. Kira-kira seperti pola kerja mixer DJ - source A & B saling crossover gonta ganti.


Canggung, gamang, was-was menghiasi perasaan kami saat rehearsal. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tanpa sadar kami jadi enjoy dan having fun. Bahkan saat acara dimulai, perlahan rasa pe-de kami tumbuh. ArkaosVJ berjalan seiring bersama Motion Dive : Tokyo, dibantu dengan video switcher EDIROL V4.

EDIROL V4 Video Mixer








Sempat terjadi masalah saat Motion Dive : Tokyo crash dan quit. Alhasil : layar LED raksasa terisi gambar desktop PowerBook G4 (untung bukan foto Maria Eva) dan team grafis (termasuk gue) panik jumpalitan ngga karuan. Kemungkinan memang masalah di PowerBook G4 yang sudah harus di optimize. Setelah solved, kami menenangkan diri sejenak dan kembali bermain-main hingga acara selesai.

Interface Motion Dive : Tokyo










Dari hasil bermain kami dengan Motion Dive : Tokyo, terdapat beberapa plus minus yang bisa disimpulkan.
Plus :

  1. Sangat responsif saat assign file movie, sehingga performance permainan grafis bisa terjaga

  2. Interface dengan thumbnail browser, memudahkan navigasi untuk mengenali masing-masing file movie yang akan diassign

  3. Bisa sync dengan MIDI

  4. Kecepatan file movie bisa diatur sesuai BPM atau menggunakan source dari MIDI

  5. Text editor dengan beberapa effect text

  6. Fungsi colorize sehingga bisa mengikuti pola warna dari lighting instantly


Minus (berdasarkan pengamatan sesaat) :
  1. Tidak ada feature ganti jenis huruf untuk text editor

  2. Screen jadi black saat melakukan import file, termasuk giant screen di panggung jika tersambung

  3. Jika file terlalu besar (lebih dari 30 mb) mempengaruhi performance tampilan - patah-patah, muncul scanline - Kemungkinan besar pengaruh faktor graphic card yang digunakan

  4. Feature colorize jadi tidak efektif karena kualitas movie jadi 'hancur' seperti efek posterize

  5. Tidak ada fungsi preview sebelum tayang

  6. Untuk masuk ke giant screen (second monitor di PowerBook), gambar movie harus didrag ke luar screen komputer


Sekali lagi, kesimpulan ini berdasarkan pengamatan sesaat selama acara berlangsung. Kami memang harus ngoprek lebih mendalam lagi. Secara overall, alat ini cukup membantu dan memberi banyak kemungkinan-kemungkinan baru yang sebelumnya tidak bisa dilakukan di ArkaosVJ. Bahkan penggabungan ArkaosVJ & Motion Dive : Tokyo bisa menghasilkan sesuatu yang lebih dahsyat. Tunggu pertunjukkan kami selanjutnya di acara Tahun Baru 2007 di RCTI *ceile*



Motion Dive : Tokyo & Edirol V4
provided by Mila Music
Jl. RS Fatmawati Raya no 15 Komp Golden Plaza Blok C12A-14 Jakarta Selatan 12430
Telp 021 7656057

Monday, December 18, 2006

Journey of ex86

Jangan salah paham. ex86 di sini bukan project x86 seperti yang dilakukan orang-orang untuk menjalankan MacOS X di PC. Tapi ex atau mantan 1986, alias project iseng-iseng menjalankan Macintosh Plus buatan 1986 di MacOS X. Sekedar ingin nostalgia 20 tahun yang lalu saat gue pertama kalinya bertatap-tatapan dengan Macintosh setelah sekian lama hidup dalam rimba gelap DOS di PC.

The legendary startup screen "Welcome to Macintosh" in my MacOS X Desktop










Sebenarnya hal ini bukan hal baru, apalagi software emulator Mac classic seperti VMAC sudah ada sejak 1997. Gue baru coba-coba sekitar tahun 2000 silam setelah mendapatkan ROM Macintosh Classic. ROM ini gue dapat diam-diam di web, karena rasanya susah juga cari Macintosh Classic di sekitar kita untuk diambil ROM-nya.

Anyway, setelah mendapatkan System 6 sebagai startup system, gue install dan BEEP (bunyi khas Macintosh tua) gue langsung serasa dibawa ke alam 20 tahun lalu. Layar hitam putihnya, icon sederhananya, logo Apple hitamnya, menu barnya, trash iconnya, control panelnya. Gue ngga tahu kata-kata yang tepat buat menggambarkannya, tapi analoginya seperti orang yang biasa naik motor Honda MegaPro tiba-tiba merasakan naik motor bebek Honda 70-an. Apalagi jika memang pernah punya kenangan tersendiri dengan Honda 70-annya. Istilahnya : ada-sensasi-yang-gimana-gitu-looocchh.

The great-great-great grandfather of all computer desktop with Disk, Trash, Menubar.









The grandfather of all computer desktop with Disk, Trash, Menubar.
















"Get Info" Startup Disk System 6 besar file-nya hanya 1,4 mega dan 21 file di dalam System Folder-nya(click to enlarge)








Mbahnya "Control Panel" & multitasking semua operating system (click to enlarge)

Setelah semua jalan, gue mencoba menjalankan System & Finder versi 1, operating system orisinal yang digunakan tahun 1984. Cuma sayang gagal total. Entah mengapa, setiap Start UP selalu muncul SAD MAC dengan kode 0F000B. Mungkin masalah kompatibilitas di format disk image yang gue pakai.








The original Macintosh operating system dan nongol SAD MAC saat restart (click to enlarge)

Ada satu hal lagi yang membuat gue 'ngotot' ngoprek Macintosh jadul ini : main game King's Quest pertama! Wahai para game freak, terutama pecinta game RPG, ini lah mbah-nya game RPG. Gue masih ada disk image-nya (disk aslinya sudah jamuran) dan langsung gue coba. Cihuy! It works! Sir Graham's original journey in my QuickSilver G4!








Ladies & gentleman, Roberta Williams present you : King's Quest! (click to enlarge)

Buat sementara orang - terutama Martino temen kantor gue yang ngoprek abis project X86 - apa yang gue lakukan bener-bener dianggap kurang kerjaan. Tapi buat orang-orang yang dulu pernah mengalami jatuh cinta pandangan pertama dengan Mac di era pertengahan 80-an, journey ini bukan sekedar nostalgia. Sejarah dan masa lalu bukan hanya sekedar untuk dikenang, tapi untuk diresapi dan menjadi bekal di masa depan, masanya Leopard.

Link :
http://www.vmac.org
http://en.wikipedia.org/wiki/Mac_OS_history

Monday, December 11, 2006

Sexy Mouse from the 90's


Buat gue pribadi, mouse beige ini adalah yang terseksi di jamannya. Simple, slim, smooth, symetric, square.


Button-nya mengingatkan gue akan layar iPod, khususnya iPod nano. Di bawahnya, lingkaran bola-nya mirip jog-wheel iPod generasi pertama. Dan port ADB-nya memperkuat kesan jadul. wakakakakakak.. Mouse ini bawaannya Quadra 700, Mac pertama yang bisa gue punya dulu. Seumur-umur baru bisa pegang hardware Apple, alhasil mousenya jadi sering gue belai dan elus-elus.

Pas lagi bongkar-bongkar, nemu si cantik ini dalam kondisi bluwek berdebu. Gue bersihin pakai busa micro-fibre jadi kinclong lagi. Belum dicoba apakah masih nyala atau sudah tewas, maklum semua Mac di rumah sudah USB semua.
Iseng-iseng gue foto, sebagai bentuk apresiasi karya desain dari Apple.





http://flickr.com/photos/pinodita/sets/72157594415123824

Tuesday, December 05, 2006

The Power(points) of KeyNote

Malas belajar. Itu yang membuat gue terlambat menggunakan Apple's KeyNote setiap melakukan presentasi. Selama bertahun-tahun gue setia (gulp) menggunakan Microsoft PowerPoint. Awal mulai sering presentasi adalah saat gue jadi dosen tamu di Bina Nusantara di tahun 2002. PowerPoint jadi andalan gue. Sebenarnya 'andalan' bukan kata yang tepat, tapi hanya karena belum nemu software presentasi yang cocok saat itu. Mungkin kata yang tepat adalah 'kepepet'.

Presentasi yang gue lakukan bukan sekedar 'info delivery' tapi lebih bersifat 'persuasion'. Dan gue menggunakan file video karena seusai dengan bidang gue : komunikasi visual, audio visual, animasi & motion graphic. Pada saat dealing dengan file video, PowerPoint terasa clunky. Contohnya, file video selalu pada layer paling atas, sehingga tidak bisa gue gunakan sebagai latar belakang. Juga tidak ada transisi keluar masuk pada elemen file video.

Akhirnya gue memaksakan diri untuk mencoba ngoprek KeyNote setelah ada undangan jadi 'tukang cuap-cuap' di sebuah sesi diskusi pada acara Konfiden beberapa waktu lalu. Wah! Gue yang tadinya cuma sekedar import file PowerPoint dan merapikan ala kadarnya, jadinya malah ketagihan eksperimen sampai subuh. Gue bisa menggunakan background animasi full screen! Dan transisi keluar masuk kalimat berjalan mulus tumpang tindih dengan materi video di layer belakangnya. Feature kosmetiknya seperti pengaturan Opacity & Drop Shadow benar-benar memikat. Apalagi themes-themes KeyNote sangat kreatif, beda dengan themes PowerPoint yang sangat 'kantoran'. Dalam hati gue, "Ni die ni, software presentasi yang gue bang-get!"

Photobucket - Video and Image Hosting Photobucket - Video and Image Hosting
Animasi/video bisa menjadi background template tanpa mengganggu transisi teks (click to enlarge)

Seterlambat-lambatnya gue pakai KeyNote, masih untung pada saat gue dipercaya untuk 'cuap-cuap' pada acara Training id-Mac di iBox tanggal 2 Desember 2006 kemarin, gue sudah cukup mahir menggunakan KeyNote. Jadi, ngga malu-maluin banget lah. :D

Jadi ngga sabar mau pakai KeyNote 3.

Friday, December 01, 2006

x86 Switcher

Martino dan x86-nya. Lampu biru di jeroan CPU-nya ngga nahan, Tin.




Fenomena Windows user yang switch ke Mac sudah biasa dan umum. Tapi di kantor gue ada fenomena lain lagi yang bertujuan nge-switch Mac user. Bukan membuat orang switch ke Windows, tapi switch ke x86 platform. Apa tuh istilahnya? Switch the switcher? Switch Mac User to 'Mac' (with quotes)? Switch Mac User to Crippled Mac? *muahahahahahahaha*

Oknumnya adalah Martino dan Yoswar. Mereka terus mempertanyakan kepada para Mac User : "Dengan duit 10 juta, lo lebih milih beli iMac intel atau platform x86?" Propaganda ini cukup membuat beberapa Mac User bergeming, terutama bagi yang lagi butuh Mac baru tapi dompet isinya cuma bon utang. Beberapa orang (termasuk gue) terus terang saja cukup tergoda. Apalagi lagi musim-musimnya harga Mac yang cepet turun. Salah satunya adalah teman kantor gue juga yang baru beli iMac intel - belum sebulan sudah muncul iMac Core 2 Duo dengan harga tidak berselisih jauh. "Tau gitu mending gue ke mangdu beli platform x86 dan customized" rintih salah seorang teman.

Yes it's relatively cheap. It's custom-able. Tapi hati gue masih belum sepenuhnya ingin langsung menggantikan QuickSilver G4 gue. Gue lagi ngga ingin terlalu 'ngoprek'. Namanya juga 'crippled', pasti ada satu titik masalah kompatibilas hardware. Apalagi si Martino nemu kasus - yang saat ini - belum terselesaikan : x86-nya setiap bangun dari Sleep-nya langsung minta restart. *muahahahahahahaha*

Let's face it, Martino. Seperti yang kita obrolin di kantin, kalian semua para peng-oprek x86 sedang dimanfaatkan Apple. Daripada mereka (baca : Apple) bikin divisi khusus untuk melakukan observasi & eksperimen, mending diserahkan saja hasilnya pada kalian. Soon, begitu terlihat hasilnya - bahwa OS X bisa sepenuhnya jalan sempurna di non-Apple hardware - Apple akan langsung memutuskan membeli right hasil oprekan kalian dan menyatakan bahwa kegiatan ngoprek x86 adalah ilegal.
*muahahahahahahahaha*

Kantin yuuukkk...

Keluarga ng-Gadget


3 anggota keluarga melakukan kegiatan dengan gadget-nya masing-masing (yang satu masih bayi 2 bulan cuma bisa bobok di dalam gendongan ibunya) : Dita sibuk browsing wi-fi di foodcourt PIM 2 dengan PowerBook G4 12", Arwen (2 tahun) sibuk nonton video kartun di Sony Clie UX50 dan gue sibuk mendokumentasikan mereka dengan kamera Nikon P1.


Salah seorang pengunjung bertanya ke gue, "Apple apa tuh kecil banget, mas?" sambil nunjuk ke Sony Clie yang ditempelin stiker Apple. Sambil mesem-mesem gue bilang, "Oh itu 'baby PowerBook' buat hiburan anak saya."